Istilah Cina berasal dari nama Ahala Qin (baca Ch'in), dinasti 'Chin' (abad 3SM) dinasti pertama yang mempersatukan seluruh daratan Tiongkok di bawah sebuah pemerintahan pusat yang sangat kuat dan besar pengaruhnya. Walaupun masa pemerintahan dinasti itu tidak lama (sekitar 225 SM sampai 210 SM), dinasti ini mendirikan kerajaan pertama dan merintis bentuk kerajaan yang berjalan terus selama lebih dari 2000 tahun sampai revolusi republik pada tahun 1913.
Menurut hasil riset Leo Suryadinata, telah digunakan sejak awal abad-17. Teks-teks semi klasik di Cina sendiri sempat menggunakan istilah Zhina [1]
Kekaisaran Chin terkenal karena dibawah kaisar pertamanya Shih Huang Ti (penulisan Kaisar Qin) dibangun pemerintahan terpusat dalam bentuk kekaisaran, dan selama pemerintahannya dilakukan pembakuan ukuran dan berat, ketepatan, dan sistem penulisan. Kaisar itu memerintahkan pembangunan tembok besar sepanjang 2400 KM untuk mempertahankan diri dari serangan bangsa Barbar. Bangga akan dinasti 'Chin' yang menjadi tonggak sejarah pendirian Imperium pertama, Tembok Raksasa Cina, rintisan tulisan Chin, serta keteraturan dan ketertiban pemerintahan, orang-orang yang tinggal di negeri itu menyebut diri mereka sebagai 'orang-orang (dari negeri) Chin,' sehingga ketika terjadi perjumpaan dengan negara-negara Barat, negara itu disebut sebagai China dan orangnya disebut Chinese.
Tembok Raksasa Cina atau Tembok Besar Cina (Hanzi tradisional: 長城; Hanzi sederhana: 长城; pinyin: Chángchéng), juga dikenal di Cina dengan nama Tembok Raksasa Sepanjang 10.000 Li¹ (萬里長城; 万里长城; Wànlĭ Chángchéng) merupakan bangunan terpanjang yang pernah dibuat oleh manusia, terletak di Republik Rakyat Cina. Panjangnya adalah 6.400 kilometer (dari kawasan Sanhai Pass di timur hingga Lop Nur di sebelah barat) dan tingginya 8 meter dengan tujuan untuk mencegah serbuan bangsa Mongol dari Utara pada masa itu. Lebar bagian atasnya 5 m, sedangkan lebar bagian bawahnya 8 m. Setiap 180-270 m dibuat semacam menara pengintai. Tinggi menara pengintai tersebut 11-12 m.
Untuk membuat tembok raksasa ini, diperlukan waktu ratusan tahun di zaman berbagai kaisar. Semula, diperkirakan Qin Shi-huang yang memulai pembangunan tembok itu, namun menurut penelitian dan catatan literatur sejarah, tembok itu telah dibuat sebelum Dinasti Qin berdiri, tepatnya dibangun pertama kali pada Zaman Negara-negara Berperang. Kaisar Qin Shi-huang meneruskan pembangunan dan pengokohan tembok yang telah dibangun sebelumnya.
Sepeninggal Qin Shi-huang, pembuatan tembok ini sempat terhenti dan baru dilanjutkan kembali di zaman Dinasti Sui, terakhir dilanjutkan lagi di zaman Dinasti Ming. Bentuk Tembok Raksasa yang sekarang kita lihat adalah hasil pembangunan dari zaman Ming tadi. Bagian dalam tembok berisi tanah yang bercampur dengan bata dan batu-batuan. Bagian atasnya dibuat jalan utama untuk pasukan berkuda Tiongkok.
Tembok Raksasa Cina dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia. Pada tahun 1987, bangunan ini dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO.
Keberatan akan istilah Cina
Dinasti Qin yang dipimpin oleh Kaisar Qin dikenal sebagai kaisar yang tidak segan-segan membunuh orang banyak, ia pemeluk aliran Legalis (Fajia)[rujukan?] yang ajarannya sangat berlawanan dengan ajaran Kong Hu Cu (Konfusius). Atas perintahnya dilakukan pembakaran atas buku-buku ajaran Kong Hu Cu dan memerintahkan hukuman dikubur hidup-hidup terhadap 500 sarjana Konfusianis. Akibat dari tindakan brutal Kaisar Qin itu, banyak rakyatnya di kemudian hari yang lebih suka menyebut diri mereka dengan kata Tangren, merujuk pada dinasti yang lebih disukai oleh rakyatnya. Di dalam bahasa Indonesia, terutama orang-orang Tionghoa yang berasal dari propinsi Fujian (Hokkian), sebutan itu menjadi Tenglang.
- Keberatan di Zhong Guo
Pada tahun 1850 terjadi pemberontakan Taiping (1850) dan Bokser (1900) yang merintis revolusi di tahun 1913. Ini mengakibatkan sikap antipati yang besar kepada bangsa Barat, sehingga dengan meningkatnya harga diri seluruh bangsa, mereka kemudian menolak sebutan China dan kembali pada premordialisme kebangsaan dan menyebut negeri mereka sebagai 'Chung-Kuo' atau 'Negara/Kerajaan Tengah/Pusat'
Setelah Restorasi Meiji 1868, Jepang muncul sebagai salah satu adikuasa. Para pemimpin Jepang menjelang abad ke-20 sadar akan akar kebudayaan mereka yang berasal dari daratan Tiongkok, namun di sisi lain mereka melihat akan kebobrokan masyarakat dan pemerintahan kekaisaran Qing itu yang tengah berada di bawah penjajahan bangsa asing. Salah satu tujuan awal mereka menginvasi Manchuria adalah untuk mengusir bangsa Barat tersebut, namun akhirnya berubah menjadi misi kolonialisme dan imperialisme. Istilah Shina yang dipakai orang Jepang digunakan untuk menghina.
0 komentar:
Posting Komentar
hehehe