Pilihan:
Kwan Im
Kwan Im (Hanzi:觀音; Pinyin: Guān Yīn) adalah penjelmaan Buddha kasih sayang di Asia Timur. Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian yang dipergunakan mayoritas komunitas Cina di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalah Kwan She Im Phosat (Hanzi: 觀世音菩薩, pinyin: Guan Shi Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan dari nama aslinya dalam bahasa Sanskrit, Avalokitesvara.
Avalokitesvara sendiri asalnya digambarkan berwujud laki-laki di India namun kemudian berevolusi menjadi wanita di kalangan Buddhis di Asia Timur.
Dalam bahasa Jepang, Kwan Im disebut Kannon' (観音) atau secara resmi Kanzeon (観世音). Dalam bahasa Korea disebut Gwan-eum atau Gwanse-eum, dan dalam bahasa Vietnam Quan Âm atau Quan Thế Âm Bồ Tát.
[sunting] Sejarah
Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada saat yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia. Jauh sebelum masuknya agama Budha menjelang akhir Dinasti Han, Kwan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba dengan sebutan Pek Ie Tai Su yaitu Dewi Berbaju Putih Yang Welas Asih (“Dewi Welas Asih”). Di kemudian hari, Beliau identik dengan perwujudan dari Budha Avalokitesvara. Secara absolut, pengertian Avalokitesvara Bodhisatva dalam bahasa Sansekerta adalah : “Avalokita” (Kwan / Guan / Kwan Si / Guan Shi) yang bermakna Melihat ke Bawah atau Mendengarkan ke Bawah. “Bawah” disini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (lokita). “Isvara” (Im / Yin), berarti suara. Yang dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang dialaminya. Oleh sebab itu Kwan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang. Di negara Jepang, Kwan Im Pho Sat terkenal dengan nama Dewi Kanon. Dalam perwujudanNya sebagai pria, Beliau disebut Kwan Sie Im Pho Sat. Dalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 (tiga puluh) penjelmaan Kwan Im Pho Sat. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu / Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou) ada 84 (delapan puluh empat) perwujudan Kwan Im Pho Sat sebagai simbol dari Bodhisatva yang mempunyai kekuasaan besar. Altar utama di Kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagai “Budha Vairocana”, dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 (enam belas) perwujudan lainnya. Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie*), salah satu Kelenteng tertua di Indonesia adalah King Cee Koan Im (Koan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma Kepada Umat Manusia. Disamping itu, terdapat pula wujud Kwan Im Pho Sat dalam Chien Chiu Kwan Im / Jeng Jiu Kwan Im / Qian Shou Guan Yin. (Kwan Im Seribu Lengan / Tangan) sebagai perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatNya. Julukan Beliau secara lengkap adalah Tay Cu Tay Pi, Kiu Kho Kiu Lan, Kong Tay Ling Kam, Kwan Im Sie Im Pho Sat.
Sejarah Klasik Seputar Avalokitesvara Bodhisatva.
Ketika agama Budha memasuki Tiongkok (Masa dinasti Han), pada mulanya Avalokitesvara Bodhisatva bersosok pria. Seiring dengan berjalannya waktu, dan pengaruh ajaran Taoisme serta Khong Hu Cu, menjelang era Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisatva berubah dan ditampilkan dalam sosok wanita. Dari pengaruh ajaran Tao, probabilita perubahan ini terjadi karena jauh sebelum mereka mengenal Avalokitesvara Bodhisatva, kaum Taois telah memuja Dewi Tao yang disebut “Niang-Niang” (Probabilitas adalah Dewi Wang Mu Niang-Niang). Sehubungan dengan adanya legenda Puteri Miao Shan yang sangat terkenal, mereka memunculkan tokoh wanita yang disebut “Guan Yin Niang Niang”, sebagai pendamping Avalokitesvara Bodhisatva pria. Lambat laun tokoh Avalokitesvara Bodhisatva pria dilupakan orang dan tokoh Guan Yin Niang-Niang menggantikan posisiNya dengan sebutan Guan Yin Phu Sa. Dari pengaruh ajaran Khong Hu Cu, mereka menilai kurang layak apabila kaum wanita memohon anak pada seorang Dewata pria. Bagi para penganutnya, hal itu dianggap sesuai dengan keinginan Kwan Im sendiri untuk mewujudkan diriNya sebagai seorang wanita, agar lebih leluasa untuk menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolonganNya. Dari sini jelas bahwa tokoh Avalokitesvara Bodhisatva berasal dari India dan tokoh Guan Yin Phu Sa berasal dari Tiongkok. Avalokitesvara Bodhisatva memiliki tempat suci di gunung Potalaka, Tibet, sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di gunung Pu Tao Shan di kepulauan Zhou Shan, Tiongkok. Kesimpulan atas hal ini adalah tokoh Avalokitesvara Bodhisatva merupakan stimulus awal munculnya Kwan Im Pho Sat. Terdapat beberapa legenda lainnya terkait tentang asal-usul Dewi Kwan Im. Dalam kitab Hong Sin Yan Gi / Hong Sin Phang (“Penganugerahan Dewa”) disebutkan bahwa sebelum Beliau dikenal dengan sebagai Dewi Kwan Im, Beliau bernama Chu Hang salah 1 (satu) murid dari Cap Ji Bun Jin (12 Murid Cian Kauw Yang Sakti).
Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM. Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga) orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan). Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Bhiksuni di Kelenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan). Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendirianNya. Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri. Setelah kematianNya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga. Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarNya. Begitu bangkit dari kematianNya, Budha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan kematian. Budha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
9 (Sembilan) tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal. Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah wafat. Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahNya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena rasa bhaktiNya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong. Pada saat akan menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan. Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Budha. Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan. Budha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud memberiNya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya. Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, Beliau menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis. Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, diantaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping. Budha O Mi To Hud (Amitabha) yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu Mata, sehingga Beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.
Dalam legenda Puteri Miao Shan, disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa). Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka Emas”. Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya. Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Budha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik. Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya. Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan diantara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain : 1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera; 2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga; 3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu; 4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri; 5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak; 6. Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera; 7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu; 8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
Selain perwujudan Beliau yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat. (Hanzi:觀音; Pinyin: Guān Yīn) adalah penjelmaan Buddha kasih sayang di Asia Timur. Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian yang dipergunakan mayoritas komunitas Cina di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalah Kwan She Im Phosat (Hanzi: 觀世音菩薩, pinyin: Guan Shi Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan dari nama aslinya dalam bahasa Sanskrit, Avalokitesvara.
Avalokitesvara sendiri asalnya digambarkan berwujud laki-laki di India namun kemudian berevolusi menjadi wanita di kalangan Buddhis di Asia Timur.
Dalam bahasa Jepang, Kwan Im disebut Kannon' (観音) atau secara resmi Kanzeon (観世音). Dalam bahasa Korea disebut Gwan-eum atau Gwanse-eum, dan dalam bahasa Vietnam Quan Âm atau Quan Thế Âm Bồ Tát.
Sejarah
Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada saat yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia. Jauh sebelum masuknya agama Budha menjelang akhir Dinasti Han, Kwan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba dengan sebutan Pek Ie Tai Su yaitu Dewi Berbaju Putih Yang Welas Asih (“Dewi Welas Asih”). Di kemudian hari, Beliau identik dengan perwujudan dari Budha Avalokitesvara. Secara absolut, pengertian Avalokitesvara Bodhisatva dalam bahasa Sansekerta adalah : “Avalokita” (Kwan / Guan / Kwan Si / Guan Shi) yang bermakna Melihat ke Bawah atau Mendengarkan ke Bawah. “Bawah” disini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (lokita). “Isvara” (Im / Yin), berarti suara. Yang dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang dialaminya. Oleh sebab itu Kwan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang. Di negara Jepang, Kwan Im Pho Sat terkenal dengan nama Dewi Kanon. Dalam perwujudanNya sebagai pria, Beliau disebut Kwan Sie Im Pho Sat. Dalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 (tiga puluh) penjelmaan Kwan Im Pho Sat. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu / Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou) ada 84 (delapan puluh empat) perwujudan Kwan Im Pho Sat sebagai simbol dari Bodhisatva yang mempunyai kekuasaan besar. Altar utama di Kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagai “Budha Vairocana”, dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 (enam belas) perwujudan lainnya. Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie*), salah satu Kelenteng tertua di Indonesia adalah King Cee Koan Im (Koan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma Kepada Umat Manusia. Disamping itu, terdapat pula wujud Kwan Im Pho Sat dalam Chien Chiu Kwan Im / Jeng Jiu Kwan Im / Qian Shou Guan Yin. (Kwan Im Seribu Lengan / Tangan) sebagai perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatNya. Julukan Beliau secara lengkap adalah Tay Cu Tay Pi, Kiu Kho Kiu Lan, Kong Tay Ling Kam, Kwan Im Sie Im Pho Sat.
Sejarah Klasik Seputar Avalokitesvara Bodhisatva.
Ketika agama Budha memasuki Tiongkok (Masa dinasti Han), pada mulanya Avalokitesvara Bodhisatva bersosok pria. Seiring dengan berjalannya waktu, dan pengaruh ajaran Taoisme serta Khong Hu Cu, menjelang era Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisatva berubah dan ditampilkan dalam sosok wanita. Dari pengaruh ajaran Tao, probabilita perubahan ini terjadi karena jauh sebelum mereka mengenal Avalokitesvara Bodhisatva, kaum Taois telah memuja Dewi Tao yang disebut “Niang-Niang” (Probabilitas adalah Dewi Wang Mu Niang-Niang). Sehubungan dengan adanya legenda Puteri Miao Shan yang sangat terkenal, mereka memunculkan tokoh wanita yang disebut “Guan Yin Niang Niang”, sebagai pendamping Avalokitesvara Bodhisatva pria. Lambat laun tokoh Avalokitesvara Bodhisatva pria dilupakan orang dan tokoh Guan Yin Niang-Niang menggantikan posisiNya dengan sebutan Guan Yin Phu Sa. Dari pengaruh ajaran Khong Hu Cu, mereka menilai kurang layak apabila kaum wanita memohon anak pada seorang Dewata pria. Bagi para penganutnya, hal itu dianggap sesuai dengan keinginan Kwan Im sendiri untuk mewujudkan diriNya sebagai seorang wanita, agar lebih leluasa untuk menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolonganNya. Dari sini jelas bahwa tokoh Avalokitesvara Bodhisatva berasal dari India dan tokoh Guan Yin Phu Sa berasal dari Tiongkok. Avalokitesvara Bodhisatva memiliki tempat suci di gunung Potalaka, Tibet, sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di gunung Pu Tao Shan di kepulauan Zhou Shan, Tiongkok. Kesimpulan atas hal ini adalah tokoh Avalokitesvara Bodhisatva merupakan stimulus awal munculnya Kwan Im Pho Sat. Terdapat beberapa legenda lainnya terkait tentang asal-usul Dewi Kwan Im. Dalam kitab Hong Sin Yan Gi / Hong Sin Phang (“Penganugerahan Dewa”) disebutkan bahwa sebelum Beliau dikenal dengan sebagai Dewi Kwan Im, Beliau bernama Chu Hang salah 1 (satu) murid dari Cap Ji Bun Jin (12 Murid Cian Kauw Yang Sakti).
Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM. Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga) orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan). Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Bhiksuni di Kelenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan). Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendirianNya. Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri. Setelah kematianNya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga. Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarNya. Begitu bangkit dari kematianNya, Budha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan kematian. Budha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
9 (Sembilan) tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal. Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah wafat. Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahNya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena rasa bhaktiNya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong. Pada saat akan menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan. Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Budha. Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan. Budha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud memberiNya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya. Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, Beliau menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis. Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, diantaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping. Budha O Mi To Hud (Amitabha) yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu Mata, sehingga Beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.
Dalam legenda Puteri Miao Shan, disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa). Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka Emas”. Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya. Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Budha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik. Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya. Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan diantara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain : 1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera; 2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga; 3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu; 4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri; 5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak; 6. Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera; 7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu; 8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
Selain perwujudan Beliau yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat.
Kwan Im (Hanzi:觀音; Pinyin: Guān Yīn) adalah penjelmaan Buddha kasih sayang di Asia Timur. Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian yang dipergunakan mayoritas komunitas Cina di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalah Kwan She Im Phosat (Hanzi: 觀世音菩薩, pinyin: Guan Shi Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan dari nama aslinya dalam bahasa Sanskrit, Avalokitesvara.
Avalokitesvara sendiri asalnya digambarkan berwujud laki-laki di India namun kemudian berevolusi menjadi wanita di kalangan Buddhis di Asia Timur.
Dalam bahasa Jepang, Kwan Im disebut Kannon' (観音) atau secara resmi Kanzeon (観世音). Dalam bahasa Korea disebut Gwan-eum atau Gwanse-eum, dan dalam bahasa Vietnam Quan Âm atau Quan Thế Âm Bồ Tát.
[sunting] Sejarah
Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada saat yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia. Jauh sebelum masuknya agama Budha menjelang akhir Dinasti Han, Kwan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba dengan sebutan Pek Ie Tai Su yaitu Dewi Berbaju Putih Yang Welas Asih (“Dewi Welas Asih”). Di kemudian hari, Beliau identik dengan perwujudan dari Budha Avalokitesvara. Secara absolut, pengertian Avalokitesvara Bodhisatva dalam bahasa Sansekerta adalah : “Avalokita” (Kwan / Guan / Kwan Si / Guan Shi) yang bermakna Melihat ke Bawah atau Mendengarkan ke Bawah. “Bawah” disini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (lokita). “Isvara” (Im / Yin), berarti suara. Yang dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang dialaminya. Oleh sebab itu Kwan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang. Di negara Jepang, Kwan Im Pho Sat terkenal dengan nama Dewi Kanon. Dalam perwujudanNya sebagai pria, Beliau disebut Kwan Sie Im Pho Sat. Dalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 (tiga puluh) penjelmaan Kwan Im Pho Sat. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu / Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou) ada 84 (delapan puluh empat) perwujudan Kwan Im Pho Sat sebagai simbol dari Bodhisatva yang mempunyai kekuasaan besar. Altar utama di Kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagai “Budha Vairocana”, dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 (enam belas) perwujudan lainnya. Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie*), salah satu Kelenteng tertua di Indonesia adalah King Cee Koan Im (Koan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma Kepada Umat Manusia. Disamping itu, terdapat pula wujud Kwan Im Pho Sat dalam Chien Chiu Kwan Im / Jeng Jiu Kwan Im / Qian Shou Guan Yin. (Kwan Im Seribu Lengan / Tangan) sebagai perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatNya. Julukan Beliau secara lengkap adalah Tay Cu Tay Pi, Kiu Kho Kiu Lan, Kong Tay Ling Kam, Kwan Im Sie Im Pho Sat.
Sejarah Klasik Seputar Avalokitesvara Bodhisatva.
Ketika agama Budha memasuki Tiongkok (Masa dinasti Han), pada mulanya Avalokitesvara Bodhisatva bersosok pria. Seiring dengan berjalannya waktu, dan pengaruh ajaran Taoisme serta Khong Hu Cu, menjelang era Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisatva berubah dan ditampilkan dalam sosok wanita. Dari pengaruh ajaran Tao, probabilita perubahan ini terjadi karena jauh sebelum mereka mengenal Avalokitesvara Bodhisatva, kaum Taois telah memuja Dewi Tao yang disebut “Niang-Niang” (Probabilitas adalah Dewi Wang Mu Niang-Niang). Sehubungan dengan adanya legenda Puteri Miao Shan yang sangat terkenal, mereka memunculkan tokoh wanita yang disebut “Guan Yin Niang Niang”, sebagai pendamping Avalokitesvara Bodhisatva pria. Lambat laun tokoh Avalokitesvara Bodhisatva pria dilupakan orang dan tokoh Guan Yin Niang-Niang menggantikan posisiNya dengan sebutan Guan Yin Phu Sa. Dari pengaruh ajaran Khong Hu Cu, mereka menilai kurang layak apabila kaum wanita memohon anak pada seorang Dewata pria. Bagi para penganutnya, hal itu dianggap sesuai dengan keinginan Kwan Im sendiri untuk mewujudkan diriNya sebagai seorang wanita, agar lebih leluasa untuk menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolonganNya. Dari sini jelas bahwa tokoh Avalokitesvara Bodhisatva berasal dari India dan tokoh Guan Yin Phu Sa berasal dari Tiongkok. Avalokitesvara Bodhisatva memiliki tempat suci di gunung Potalaka, Tibet, sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di gunung Pu Tao Shan di kepulauan Zhou Shan, Tiongkok. Kesimpulan atas hal ini adalah tokoh Avalokitesvara Bodhisatva merupakan stimulus awal munculnya Kwan Im Pho Sat. Terdapat beberapa legenda lainnya terkait tentang asal-usul Dewi Kwan Im. Dalam kitab Hong Sin Yan Gi / Hong Sin Phang (“Penganugerahan Dewa”) disebutkan bahwa sebelum Beliau dikenal dengan sebagai Dewi Kwan Im, Beliau bernama Chu Hang salah 1 (satu) murid dari Cap Ji Bun Jin (12 Murid Cian Kauw Yang Sakti).
Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM. Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga) orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan). Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Bhiksuni di Kelenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan). Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendirianNya. Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri. Setelah kematianNya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga. Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarNya. Begitu bangkit dari kematianNya, Budha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan kematian. Budha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
9 (Sembilan) tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal. Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah wafat. Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahNya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena rasa bhaktiNya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong. Pada saat akan menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan. Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Budha. Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan. Budha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud memberiNya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya. Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, Beliau menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis. Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, diantaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping. Budha O Mi To Hud (Amitabha) yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu Mata, sehingga Beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.
Dalam legenda Puteri Miao Shan, disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa). Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka Emas”. Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya. Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Budha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik. Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya. Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan diantara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain : 1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera; 2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga; 3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu; 4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri; 5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak; 6. Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera; 7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu; 8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
Selain perwujudan Beliau yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat. (Hanzi:觀音; Pinyin: Guān Yīn) adalah penjelmaan Buddha kasih sayang di Asia Timur. Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian yang dipergunakan mayoritas komunitas Cina di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalah Kwan She Im Phosat (Hanzi: 觀世音菩薩, pinyin: Guan Shi Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan dari nama aslinya dalam bahasa Sanskrit, Avalokitesvara.
Avalokitesvara sendiri asalnya digambarkan berwujud laki-laki di India namun kemudian berevolusi menjadi wanita di kalangan Buddhis di Asia Timur.
Dalam bahasa Jepang, Kwan Im disebut Kannon' (観音) atau secara resmi Kanzeon (観世音). Dalam bahasa Korea disebut Gwan-eum atau Gwanse-eum, dan dalam bahasa Vietnam Quan Âm atau Quan Thế Âm Bồ Tát.
Sejarah
Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, bersamaan dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada saat yang sama, Tibet juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama Chenrezig. Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia. Jauh sebelum masuknya agama Budha menjelang akhir Dinasti Han, Kwan Im Pho Sat telah dikenal di Tiongkok purba dengan sebutan Pek Ie Tai Su yaitu Dewi Berbaju Putih Yang Welas Asih (“Dewi Welas Asih”). Di kemudian hari, Beliau identik dengan perwujudan dari Budha Avalokitesvara. Secara absolut, pengertian Avalokitesvara Bodhisatva dalam bahasa Sansekerta adalah : “Avalokita” (Kwan / Guan / Kwan Si / Guan Shi) yang bermakna Melihat ke Bawah atau Mendengarkan ke Bawah. “Bawah” disini bermakna ke dunia, yang merupakan suatu alam (lokita). “Isvara” (Im / Yin), berarti suara. Yang dimaksud adalah suara dari makhluk-makhluk yang menjerit atas penderitaan yang dialaminya. Oleh sebab itu Kwan Im adalah Bodhisatva yang melambangkan kewelas-asihan dan penyayang. Di negara Jepang, Kwan Im Pho Sat terkenal dengan nama Dewi Kanon. Dalam perwujudanNya sebagai pria, Beliau disebut Kwan Sie Im Pho Sat. Dalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng) disebutkan ada 33 (tiga puluh) penjelmaan Kwan Im Pho Sat. Sedangkan dalam Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu / Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou) ada 84 (delapan puluh empat) perwujudan Kwan Im Pho Sat sebagai simbol dari Bodhisatva yang mempunyai kekuasaan besar. Altar utama di Kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Kwan Im Pho Sat dengan perwujudan sebagai “Budha Vairocana”, dan di sisi kiri atau kanan berjajar 16 (enam belas) perwujudan lainnya. Perwujudan Beliau di altar utama Kim Tek Ie*), salah satu Kelenteng tertua di Indonesia adalah King Cee Koan Im (Koan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha Dharma Kepada Umat Manusia. Disamping itu, terdapat pula wujud Kwan Im Pho Sat dalam Chien Chiu Kwan Im / Jeng Jiu Kwan Im / Qian Shou Guan Yin. (Kwan Im Seribu Lengan / Tangan) sebagai perwujudan Beliau yang selalu bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatNya. Julukan Beliau secara lengkap adalah Tay Cu Tay Pi, Kiu Kho Kiu Lan, Kong Tay Ling Kam, Kwan Im Sie Im Pho Sat.
Sejarah Klasik Seputar Avalokitesvara Bodhisatva.
Ketika agama Budha memasuki Tiongkok (Masa dinasti Han), pada mulanya Avalokitesvara Bodhisatva bersosok pria. Seiring dengan berjalannya waktu, dan pengaruh ajaran Taoisme serta Khong Hu Cu, menjelang era Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisatva berubah dan ditampilkan dalam sosok wanita. Dari pengaruh ajaran Tao, probabilita perubahan ini terjadi karena jauh sebelum mereka mengenal Avalokitesvara Bodhisatva, kaum Taois telah memuja Dewi Tao yang disebut “Niang-Niang” (Probabilitas adalah Dewi Wang Mu Niang-Niang). Sehubungan dengan adanya legenda Puteri Miao Shan yang sangat terkenal, mereka memunculkan tokoh wanita yang disebut “Guan Yin Niang Niang”, sebagai pendamping Avalokitesvara Bodhisatva pria. Lambat laun tokoh Avalokitesvara Bodhisatva pria dilupakan orang dan tokoh Guan Yin Niang-Niang menggantikan posisiNya dengan sebutan Guan Yin Phu Sa. Dari pengaruh ajaran Khong Hu Cu, mereka menilai kurang layak apabila kaum wanita memohon anak pada seorang Dewata pria. Bagi para penganutnya, hal itu dianggap sesuai dengan keinginan Kwan Im sendiri untuk mewujudkan diriNya sebagai seorang wanita, agar lebih leluasa untuk menolong kaum wanita yang membutuhkan pertolonganNya. Dari sini jelas bahwa tokoh Avalokitesvara Bodhisatva berasal dari India dan tokoh Guan Yin Phu Sa berasal dari Tiongkok. Avalokitesvara Bodhisatva memiliki tempat suci di gunung Potalaka, Tibet, sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di gunung Pu Tao Shan di kepulauan Zhou Shan, Tiongkok. Kesimpulan atas hal ini adalah tokoh Avalokitesvara Bodhisatva merupakan stimulus awal munculnya Kwan Im Pho Sat. Terdapat beberapa legenda lainnya terkait tentang asal-usul Dewi Kwan Im. Dalam kitab Hong Sin Yan Gi / Hong Sin Phang (“Penganugerahan Dewa”) disebutkan bahwa sebelum Beliau dikenal dengan sebagai Dewi Kwan Im, Beliau bernama Chu Hang salah 1 (satu) murid dari Cap Ji Bun Jin (12 Murid Cian Kauw Yang Sakti).
Selain itu, menurut Kitab Suci Kwan Im Tek Too yang disusun oleh Chiang Cuen, Dewi Kwan Im dilahirkan pada zaman Kerajaan Ciu / Cian Kok pada tahun 403-221 SM terkait dengan legenda Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang / Biao Cong / Biao Cuang Penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou di abad III SM. Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak lelaki, tapi yang dimilikinya hanyalah 3 (tiga) orang puteri. Puteri tertua bernama Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan). Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Bhiksuni di Kelenteng Bai Que Shi (Tay Hiang Shan). Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendirianNya. Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri. Setelah kematianNya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. Secara ajaib, doa yang diucapkan dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi seperti surga. Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarNya. Begitu bangkit dari kematianNya, Budha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat makan buah tersebut, sang Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan kematian. Budha Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.
9 (Sembilan) tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal. Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah wafat. Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahNya dibawa ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena rasa bhaktiNya yang tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong. Pada saat akan menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar mereka dapat melewati setan-setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan santapan setan-setan kelaparan. Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama dengan keluarganya pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Budha. Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat tangan palsu untuk Puteri Miao Shan. Budha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, merangkum semua tangan palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk kesaktian serta memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud memberiNya gelar Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Phu Sa, yang artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya. Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh ribuan setan, iblis dan siluman, Beliau menggunakan kesaktianNya untuk melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda jenis. Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, diantaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-keping. Budha O Mi To Hud (Amitabha) yang mengetahui hal itu segera menolong dan memberikan “Seribu Tangan dan Seribu Mata, sehingga Beliau dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada manusia.
Dalam legenda Puteri Miao Shan, disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu mereka diangkat sebagai Pho Sat oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat (Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po Hian Pho Sat (Pu Xian Phu Sa). Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat, Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai. Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau “Gadis Kumala” dan Shan Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau “Jejaka Emas”. Pada mulanya, Long Ni adalah cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid Kwan Im dan mengabdi kepadaNya. Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi pertama berdasarkan legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda yatim piatu yang ingin belajar ajaran Budha. Ia ditemukan oleh To Te Kong dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik. Versi lain dalam cerita Se Yu Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya. Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat menjadi muridNya dengan panggilan Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah 1 (satu) pengawal Kwan Im Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilanNya memang mirip dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan diantara keduaNya, Lie Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya, sedangkan Ang Hay Jie menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.
Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain : 1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera; 2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri diatas Naga; 3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu; 4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri; 5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak; 6. Kwan Im Berdiri diatas Batu Karang/Gelombang Samudera; 7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu; 8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.
Selain perwujudan Beliau yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain. Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan bertiga dengan : Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan Im Pho Sat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Source
From games
Kg forum
Wikipedia
Layout design
Btemplate
Translation Help
Toggle text
My brain ;D
jeshua.enfranchise@ymail.com
0 komentar:
Posting Komentar
hehehe